Selasa, 18 Maret 2014

Cerita Ande Ande Lumut


Konon di desa Dadapan tinggallah seorang janda yang sangat miskin dan hina, dengan anak yang sangat tampan, gagah dan perkasa bernama Ande-Ande Lumut. Banyak sudah gadis yang melamarnya, tetapi tak satupun diterima. “Bagaimana dengan gadis-gadis yang mengharapkan engkau menjadi suaminya, Nak?” , Tanya Nyi Dadapan sambil bekerja kepada Ande-Ande Lumut. Ande-Ande Lumut diam sesaat dan berkata, “Saya belum berpikir tentang pernikahan, Bu?”. Karena mengerti anak angkatnya belum berhasrat untuk membicarakantentang pernikahan, maka Nyi Dadapan berhenti membicarakan hal itu.

Tak jauh dari desa Dadapan terdapat sebuah desa yang bernama Karang Wulusan. Syahdan, desa itu terpisah oleh sebuah sungai yang cukup besar dari desa Dadapan. Di sana tinggallah seorang janda yang hidup berkecukupan bernama Nyi Menah. Ia mempunyai enam orang anak yang cantik-cantik bernama : Kleting Merah, Kleting Hijau, Kleting Biru, Kleting Ungu, Kleting Kelabu, Kleting Hitam. Pada suatu hari datanglah seorang gadis berpakaian kotor, gadis itu bernama Kleting Kuning. “Saya sangat lapar dan haus sudihkah nona memberi makan dan minum?”, pinta gadis itu. Keenam gadis itu mencemooh. Untunglah Nyi Menah segera mengajak gadis atu, memberinya makan dan minum serta ganti pakaian.

“Eh, Kleting Kuning, jemput bawaan ibu itu”, perintah Kleting Merah dengan nada kasar. Kleting Kuning segera menjemput Nyi Menah yang pulang dari pasar. Kleting Kuning seorang anak yang rajin, seadngkan keenam gadis anak Nyi Menah pemalas dan pekerjaannya hanya bersolek. “Di desa Dadapan ada seorang jejaka tampan yang menginginkan seorang istri, namanya Ande-Ande Lumut, nahkalian segera ke sana,” kata Nyi Menah kepada keenam anak gadisnya.

Keenam gadis itu segera berangkat. Mereka saling mendahului agar segera terpilihmenjadi istri Ande-Ande Lumut. Tiballah mereka di pinggir sungai yang memisahkan desa Dadapan dan Karang Wulusan. “Bagaimana caranya kita menyeberang?” Keluh Kleting Biru. Tiba-tiba muncullah ketam raksasa bernama Yuyu Kangkang. Mau kemanakah kalian ini?”. Tanya YUyu Kangkang. Kami mau menyeberangi sungai ini, maukah kau menolong kami, “ pinta Kleting Merah. Kemudian Yuyu Kangkang mengajukan syarat. “Jika aku sudah menyeberangkan kalian, maka aku akan mencium kalian satu persatu”. Pada awalnya keenam gadis itu menolak, tapi itulah jalan stu-satunya untuk sampai ke seberang sungai. Dengan terpaksa mereka menyetujui permintaan. Setelah itu Yuyu Kangkang dengan cekatan menyeberangkan keenam Kleting itu.

Setelah sampai di seberang sungai. “Geli aku!, bau, teriak keenam Kleting itu setelah mereka diseberangkan Yuyu Kangkang. Namun mereka tidak bias mengingkari janji. Yuyu Kangkang langsung mencium Kleting itu satu persatu. Dalam pikiran mereka yang penting segera bertemu dengan pria idaman yang tak lain adalah Ande-Ande Lumut.

Sesampainya di rumah Nyi Dadapan, keenam Kleting segera masuk dan memperkenalkan diri. “Sekarang kalian maju satu persatu, mulai dari Kleting yang paling tua”, kata Nyi Dadapan. Kleting Merah segera maju. Ia berjalan lenggak-lenggok berusaha menarik perhatian Ande-Ande Lumut. Sementara itu, Nyi Dadapan melantunkan lagu. “Anakku, si Ande-Ande Lumut temuilah ada gadis yang ingin melamarmu, si gadis nan cantik rupawan Kleting Merah yang jadi namanya”. Jawab Ande-Ande Lumut. “Duh ibu saya belum menerima rupa cantik bekas si Yuyu Kangkang. Kleting Merah sangat kecewa, begitupun Kleting lainnya.

Sementara itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya Kleting Kuning berangkat menyusul keenam Kleting. Tibalah ia di tepi sungai besar. “Hai gadis manis, tentu kau ingin menyeberang. Mari kutolong, tapi dengan syarat kau harus kucium”, kata Yuyu Kangkang dengan mantap. “Hep”, Kleting Kuning segera naik ke punggung Yuyu Kangkang. Ia duduk dengan baik. Dengan perlahan-lahan Yuyu Kangkang berenang menuju tepi sungai di seberang. “Krubyuk sengok, Krubyuk sengok, Krubyuk sengok”, begitulah irama Yuyu Kangkang berenang.



Setelah mereka tiba di seberang, Kleting Kuning segera membuka kotoran ayam yang dibungkus daun pisang. Lalu dioleskannya di kedua pipinya. Yuyu Kangkang kemudian menagih janji. “Sekarang aku tinggal menciummu gadis manis”. Kleting Kuning segera memasang pipinya yang diolesi kotoran ayam. “Tobat, bau, aku muak, aku tidak mau menciummu. Pergi!”, teriak Yuyu Kangkang sambil meninggalkan Kleting Kuning.



Kleting Kuning tiba di rumah Nyi Dadapan. “Dinda Candra Kirana, akhirnya kau kutemukan!”, kata Pangeran Inu Kertapati yang telah menyamar sebagai Ande-Ande Lumut. Kleting Kuning tergagap dan bingung, ketika menyadari dirinya dihampiri seorang Pangeran. Akhirnya dua sejoli, putra dan putrid raja itu bertemukembali. Pada hari pernikahannya, mereka tidak lupa menjemput Nyi Dadapan, Nyi Menah dan keenam anak gadisnya. Akhirnya mereka hidup bahagia.

Cerita Kota Banyuwangi



Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.

“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.

Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.

“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

Cerita Cindelaras



Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.





Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Cerita Gunung Bromo



Di sebuah desa tak jauh dari gunung Bromo, hiduplah seorang gadis yang cantik jelita. Namanya Rara Anteng. Konon, ketika gadis itu di lahirkan, tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Oleh karena itu, ia dinamakan Rara Anteng. Kata orang Jawa anteng artinya tidak banyak bergerak atau tenang.

Banyak jejaka yang melamar Rara Anteng, tetapi semuanya ditolak. Tersebutlah seorang raksasa yang buruk mukanya lagi bengis. Matanya besar sekali. Kumis, janggut, dan cambangnya amat lebat. Raksasa itu pun melamar Rara Anteng. Rara Anteng takut sekali, ia takut menyatakan penolakannya karena raksasa itu pasti akan marah.

Kata Rara Anteng, "Hai raksasa, aku mau kau persunting, asalkan kau bersedia memenuhi permintaanku!"

"Ha, ha, ha,... !" tawa raksasa itu menggelegar. "Katakan cepat, permintaanmu pasti akan ku laksanakan!"

"Ubahlah gunung Bromo ini menjadi sebuah danau yang harus kau selesaikan dalam waktu semalam" kata Rara Anteng. "Sebelum fajar menyingsing dan sebelum ayam jantan berkokok, danau itu harus sudah kau siapkan agar dapat ku pakai mandi".

Rara Anteng berpikir raksasa itu tidak mungkin melaksanakan permintaannya dalam waktu yang sesingkat itu.

Tanpa banyak bicara, raksasa itu mulai bekerja. Ia menggali danau di sekitar gunung bromo itu saja. Dengan sebuah batok atau tempurung yang cukup besar, ia melempar tanah dan batu-batu. Sepanjang malam terdengar bunyi gemuruh. Pohon-pohon di hutan itu sebatang demi sebatang di cabuti dan di lemparkan ke laut Selatan. Binatang-binatang buas pun lari ketakutan.

Rara Anteng amat gelisah. Ternyata raksasa itu amat giat. Malam masih panjang, tetapi pekerjaan raksasa itu hampir selesai. Rara Anteng mencari akal. Hari masih malam, di luar gelap pekat. Dengan tergopoh-gopoh Rara Anteng pergi ke lumbung. Ia mengambil alu, lalu mulai menumbuk padi. Perempuan-perembuan desa bangun semuanya. Mereka pun ikut menumbuk padi.

Mendengan suara orang-orang menumbuk padi itu ayam-ayam jantan pun terkejut. Ayam jantan di seluruh desa pun berkokok bersahut-sahutan.

Alangkah terkejutnya raksasa itu mendengar ayam jantan berkokok dan bunyi alu yang berdentang-dentang. Ia bangkit memandang ke arah timur. Ternyata hari masih gelap. Ia juga tidak melihat sinar matahari pada waktu fajar.

Tinggal sebatok lagi tanah galian yang harus di pindahkan. Tubuh raksasa itu tiba-tiba menjadi lemas. Tak kuasa ia melemparkan batok penuh gaalian tanah yang terakhir. Robohlah raksasa itu ke tanah.

"O..., Rara Anteng, Rara Anteng....,,,,,"keluh raksasa itu. Batok dan tanah galian itu menutupi tubuhnya dan jadilah sebuah gunung bernama Gunung Batok.

Danau di sekitar gunung Batok hampir selesai, tetapi belum sempat di isi air. Sekarang danau itu di sebut Segara Wedi, yang berarti laut pasir karena danau itu penuh dengan pasir.

Akhirnya, pada suatu hari yang baik, Rara Anteng menikah dengan Joko Tengger. Begitulah asal mula daerah itu di sebut Tengger.

Cerita Lutung Kasarung



Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Cerita Burung Merak yang Angkuh dan Bangau



Seekor burung merak yang berjalan dengan penuh keangkuhan, suatu hari bertemu dengan seekor burung bangau, dan untuk membuat sang Bangau kagum, dia merentangkan bulunya yang indah di bawah sinar matahari.

"Lihat," katanya. "Dapatkah kamu mengalahkan keindahan ku? Saya bermandikan kemewahan dan pelangi, sedangkan bulu mu kusam kelabu seperti debu!"

Sang Bangau merentangkan sayapnya lebar-lebar dan terbang jauh tinggi ke atas.

"Ikutilah saya kalau kamu bisa," Kata sang Bangau. Tetapi sang Merak hanya bisa berdiri terpaku karena burung merak termasuk jenis burung yang tidak dapat terbang, sedangkan sang Bangau terbang melayang-layang di langit biru dengan bebasnya.

Burung Elang dan Burung Gagak






Seekor burung Elang, dengan kekuatan sayapnya menyambar seekor anak domba dengan kukunya dan membawanya pergi jauh ke angkasa, seekor burung gagak melihat kejadian itu, dan terbayang dibenaknya sebuah gagasan bahwa dia mempunyai kekuatan untuk melakukan hal yang sama dengan burung elang tersebut. Dan dengan membuka sayapnya lebar-lebar kemudian terbang di udara dengan galaknya, dia meluncur kebawah dan dengan cepat menghamtam bagian punggung seekor domba, tetapi ketika dia mencoba untuk terbang kembali dia baru sadar kalau dia tidak bisa mengangkat domba tersebut dan dia tidak dapat terbang lagi karena kukunya telah terjerat pada bulu domba, walaupun dia mencoba untuk melepaskan dirinya, jeratan itu terlalu sulit untuk dilepaskan sehingga dia merasa putus ada dan tetap tinggal di atas punggung domba tersebut.

Seorang pengembala yang melihat burung gagak itu mengibas-ngibaskan sayapnya berusaha melepaskan diri, pengembala itu menyadari apa yang telah terjadi, pengembala itupun berlari dan segera menangkap burung itu lalu mengikat dan mengurung burung gagak tersebut, setelah menjelang sore dia memberikan burung gagak itu kepada anak-anaknya di rumah untuk bermain.

"Betapa lucunya burung ini!" mereka sambil tertawa, "ini disebut burung apa ayah?"

"itu burung gagak, anakku. Tetapi jika kamu bertanya kepadanya, dia akan menjawab dia adalah dia seekor burung elang."